Teori Antropologi Simbolik
Teori Antropologi simbolik adalah pendekatan Antropologi yang melihat budaya sebagai kumpulan makna, simbol, dan cara manusia memahami dunia. Menurut Clifford Geertz, tokoh utamanya, budaya itu seperti “teks” yang harus dibaca, bukan sekadar dilihat sekilas. Artinya, setiap tindakan manusia, sekecil apa pun, punya makna yang hanya bisa dipahami jika kita benar-benar masuk ke cara berpikir pelakunya. Dalam teori ini, hal-hal seperti bahasa, gestur, benda, pakaian, atau ritual kecil dianggap sebagai simbol yang membawa pesan tertentu. Tugas antropolog bukan hanya mencatat apa yang terjadi, tetapi membongkar makna di balik tindakan tersebut, atau yang disebut Geertz sebagai thick description.
Source: https://www.suara.com/foto/2022/03/05/175748/aksi-para-cosplayer-saat-hadiri-gelaran-the-jakarta-17th-toys-comics-fair-2022Berdasarkan teori ini, saya tertarik meneliti komunitas pecinta anime, kalau teori ini kita pakai untuk melihat komunitas wibu, kita jadi sadar bahwa kegiatan mereka bukan cuma soal suka anime. Mereka sebenarnya sedang memainkan dan menciptakan simbol-simbol yang penuh makna bagi diri mereka sendiri. Misalnya, karakter favorit bukan sekadar karakter, tetapi bisa menjadi simbol dari nilai hidup, kepribadian yang mereka kagumi, atau cara mereka mengekspresikan diri. Dengan Antropologi simbolik, kita tidak lagi melihat komunitas wibu sebagai fenomena lucu-lucuan, tetapi sebagai dunia makna yang layak dipahami lebih dalam.
Ketika kita datang ke event anime, yang terlihat mungkin hanya kostum, pose foto, dan merch. Tapi dari sudut pandang Antropologi simbolik, semuanya adalah bahasa simbolik. Cosplay misalnya, bukan hanya kostum, tetapi cara seseorang mengekspresikan identitas alternatif yang mungkin sulit muncul dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan jargon, lelucon internal, atau gaya bicara tertentu adalah simbol yang memperkuat rasa kebersamaan. Mereka menjadi “kode” budaya yang hanya dipahami oleh orang-orang yang berada di dalam komunitas tersebut.
Interaksi di komunitas wibu juga penuh dengan ritual kecil yang membangun solidaritas. Nonton bareng, berbagi rekomendasi anime, debat karakter favorit, atau sekadar nongkrong sambil bahas teori-teori absurd, semua aktivitas itu menciptakan rasa “ini tempatku”. Dalam Antropologi simbolik, ritual seperti ini dipahami sebagai cara komunitas membentuk makna bersama. Sesuatu yang mungkin terlihat remeh justru penting karena menjadi pondasi identitas mereka sebagai kelompok.
Pada akhirnya, melihat komunitas wibu dengan teori Antropologi simbolik membuat kita memahami bahwa budaya populer pun punya kedalaman makna yang tidak kalah dengan tradisi-tradisi klasik. Komunitas ini menciptakan simbol, merawat makna, dan membangun ruang aman bagi anggotanya untuk mengekspresikan diri. Jadi, daripada menilai mereka aneh, lebih baik kita belajar membaca makna di balik tindakan mereka, karena di situlah antropologi bekerja, yaitu memahami manusia lewat simbol-simbol yang mereka ciptakan dalam kehidupan sehari-hari.
Sumber:
Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation of Cultures.



Comments
Post a Comment