Cinta Pada Pandangan Pertama: Antropologi

                                          Foto saat saya dan kelompok saya turun lapangan di Pasar Klojen


 "Antropologi", satu kata yang awalnya asing di telinga, tetapi kini menjadi setengah jiwa saya. Antropologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari manusia, baik secara budaya maupun biologis dari masa lalu hingga masa kini. Menurut saya, di zaman modern saat ini dimana globalisasi sudah memberikan dampak besar bagi kehidupan masyarakat seluruh dunia, penting bagi anak muda untuk belajar Antropologi. Antropologi itu intinya belajar tentang manusia. Anak muda sering bertemu orang dengan latar belakang berebeda, dari beda agama, beda daerah, hingga beda cara pikir. Dengan Antropologi, kita jadi paham kenapa orang bertindak seperti itu, bukan cuma menilai dari permukaan. Hasilnya? Lebih toleran, nggak cepet nge-judge, dan lebih bijak dalam melihat perbedaan. Alasan kedua mengapa kita harus belajar Antropologi yaitu karena kita hidup di era global, budaya Korea, Barat, lokal, semuanya campur jadi satu. Antropologi membantu anak muda membaca fenomena budaya, mulai dari tren fashion, budaya nongkrong , sampai cara orang mengekspresikan diri di TikTok. Jadi bukan cuma tren, tapi ngerti kenapa tren itu muncul. 

Hal lain yang saya sukai dari Antropologi yaitu kita bisa melihat fenomena sehari-hari yang bisa dipahami lewat kacamata Antropologi, misalnya budaya nongrkong di kafe. Buat sebagian anak muda, nongkrong bukan hanya soal minum kopi, tapi cara membangun identitas, mencari lingkungan yang "nyambung", dan menunjukkan gaya hidup tertentu. Pilihan kafe, cara berpakaian, sampai gaya foto yang diunggah ke Instagram semuanya punya makna sosial, entah ingin terlihat produktif, estetik, atau sekedar menunjukkan "ini loh dunia saya". Dengan kacamata Antropologi, hal yang kelihatannya sederhana ini bisa dibaca sebagai praktik budaya yang membentuk siapa kita dan bagaimana kita ingin dilihat orang lain. 

Salah satu kajian budaya yang pernah saya lakukan yaitu saya meng-observasi Pasar Klojen dalam rangka memenuhi tugas essay foto mata kuliah Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Di sana, saya dan kelompok saya meng-observasi kegiatan dan suasan yang ada di Pasar Klojen. Pasar tradisional seperti Pasar Klojen menarik dipelajari karena di sana kita bisa melihat bagaimana budaya bekerja dalam keidupan sehari-hari Di suatu tempat kecil, kamu bisa menemukan interaksi sosial, negosiasi harga, cara orang membangun kepercayaan, perubahan gaya pembayaran dari tunai ke QRIS, hingga hubungan antara penjual dan pembeli yang sangat akrab seperti kerabat sendiri. Saya berpendapat, pasar bukan hanya ruang transaksi ekonomi, tetapi juga ruang budaya, kebiasaan, dan identitas lokal terus hidup dan berubah. Melihat pasar dari kacamata Antropologi membantu kita memahami bahwa aktivitas sederhana seperti belanja sayur pun membawa cerita panjang tentang tradisi, adaptasi, dan dinamika sosial masyarakat. 

Dari kehidupan sehari-hari, saya belajar bahwa manusia selalu berusaha menemukan makna di balik hal-hal kecil yang mereka lakukan, baik itu nongkrong, memilih pakaian, memesan kopi tertentu, atau sekedar cara mereka menyapa orang lain. Setiap tindakan sederhana ternyata membawa cerita tentang siapa mereka, bagaimana mereka dibesarkan, nilai apa yang mereka anggap penting, dan lingkungan sosial seperti apa yang mempengaruhi mereka. Melalui kebiasaan-kebiasaan kecil inilah kita bisa melihat bahwa manusia sebenernya hidup dalam pola budaya yang tidak selalu disadari, tetapi membentuk cara mereka berpikir, merasa, dan berhubungan dengan orang lain.

Antropologi juga mengajarkan kita bahwa toleransi bukan hanya soal menerima perbedaan, tetapi juga memahami bahwa setiap orang membawa latar budaya, nilai, dan pengalaman hidup yang berbeda-beda. Perbedaan cara berpakaian, cara bicara, pilihan keyakinan, bahkan cara seseorang mengekspresikan dirinya di media sosial adalah bagian dari keragaman yang membentuk warna kehidupan sosial kita. Ketika kita melihat perbedaan itu, kita belajar bahwa tidak ada satu cara hidup yang paling benar, melainkan ada banyak cara manusia menata dunianya. Dari sini, toleransi tumbuh lebih dalam, bukan sekedar "mengizinkan", tapi benar-benar menyadari bahwa keberagaman adalah sesuatu yang wajar, alami, dan justru membuat hubungan antar manusia menjadi lebih "kaya".

Comments

Popular Posts